1. Hukum memilih pemimpin kafir
Pemimpin adalah sosok yang sangat
penting dalam sebuah kelompok baik lingkup sempit maupun luas, eksistensi dan
orientasi kelompok sangat ditentukan oleh pemimpinnya, apakah nanti akan
dibawa ke arah kebaikan, kesejahteraan dankemakmuran ataukah diarahkan
menuju kehancuran
A. PENGERTIAN
PEMIMPIN
"pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka,
pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala,
penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan
dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Allaa
SWT berfirman QS Al-Maidah: 51
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”
Di dalam memilih pemimpin banyak dari sebagian orang berbeda
persepsi di ntara nya :
Menurut Dr. Muhsin labib pemimpin itu punya dua dimensi, yaitu dimensi
vertikal dan dimensi horizontal.
1.
Pemimpin
dalam arti Dimensi vartikel ialah pemimpin yang menghubungan kita kepada tuhan.
Dalam dimensi ini bukan cuma harus Muslim, ndak cukup syarat itu saja tapi juga
adalah orang yang paling baik, yang wara’, dia harus Muslim yang utuh.
2.
Pemimpin
dalam arti Dimensi horozontal adalah
pemimpin yang sifatnya administratif yang fungsinya itu adalah mengurusi urusan
antar manusia seperti untuk mengurusi
macet, lalulintas, banjir, gubuk-gubuk liar di sekitar rel kereta api, nah
pemimpin yang ini ndak harus Muslim.
Menurut KH. Abdurrahman wahid “dalam
urusan pemerintahan tidak apa-apa kita memilih pemimpin non muslim. kita
bersama-sama memilih pemimpin yang pandai dalam urusan pemerintahan . Kita
memilih non muslim bukan berarti kita
mengikuti agama mereka Karena dalam politik tidak ada urusannya dengan agama,
kita anggap memilihnya sebagai pemimpin yang baik dalam pemerintahan.”
Menurut Dr. Zakir
naik “jika ada dua kandidat yang non
muslim, pilihlah pemimpin yang paling baik di antara keduanya dan yang paling
dekat dengan al Qur’an dan assunnah, begitu juga sebaliknya, jika ada du
kandidat muslim pilihlah yang paling dekat dengan al Qur’an dan assunnah. Al
Qur’an tidak melarang untuk memilih pemimpin non muslim, tapi jika ada pilihan
dalam pemilu antara yang muslim dengan non muslim, tanpa keraguan seratus
persen pilih yang muslim karena allah berfirman”
Di negara dengan sistem demokrasi yang dimana pemimpin dipilih
langsung oleh rakyat. Oleh karena itu di negara ini dengan mayoritas islam
terbanyak, seharusnya kita memilih pemimpin yang paling baik, dan yang
mendekati Al- qur’an dan as sunnah. Tapi yang lebih baik lagi tentu saja adalah
pemimpin yang Muslim dan juga Islami, itu yang layak kita pilih walaupun memang
sangat jarang keberadaannya tapi saya yakin itu ada.
2. Hukum memberontak kepada penguasa
Salah satu kewajiban seorang
muslim adalah taat kepada pemimpin. Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa,
ketaatan merupakan sendi asas tegaknya suatu kepemimpinan dan pemerintahan.
Tanpa ketaatan dan kepercayaan kepada pemimpin, kepemimpinan dan pemerintahan
tidak mungkin tegak dan berjalan sebagaimana mestinya. Jika rakyat tidak lagi
mentaati pemimpinnya maka, roda pemerintahan akan lumpuh dan akan muncul fitnah
di mana-mana. Atas dasar itu, ketaatan kepada pemimpin merupakan keniscayaan
bagi tegak dan utuhnya suatu negara. Bahkan, dasar dari ketertiban dan
keteraturan adalah ketaatan.
Allah
berfirman di dalam al Qur’an QS An-Nisa': 59.
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Tafsiral
misbah qurai syshihab
“Wahai
orang-orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa Muhammad, taatilah Allah,
rasul-rasul- Nya dan penguasa umat Islam yang mengurus urusan kalian dengan
menegakkan kebenaran, keadilan dan melaksanakan syariat.”
Dari
Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, berkata
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
“Barangsiapa
yang mentaati aku maka dia telah mentaati Allah, barangsiapa yang bermaksiat
kepadaku maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa yang mentaati
amir/pemimpin maka ia telah mentaatiku, barangsiapa yang bermaksiat kepada
amir/pemimpin maka ia telah bermaksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari
beberapa dalil di atas jelaslah bahwa kewajiban untuk mentaati pemimpin(amir)
itu suatu hal yang di anjurkan Nabi sallallahu’alaihiwasallam. Akan tetapi apabila
seorang pemimpin menyuruh kepada rakyatnya untuk berbuat dzolim maka tidak ada kewajiban untuk
mentaatinya sebagaimana sabda Nabi sallallahualaihiwasallam.
Dari Ibnu Umar radliyallahu
'anhu berkata, berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam :
“Wajib bagi
seorang Muslim untuk taat dalam hal-hal yang dia sukai ataupun yang ia benci
kecuali kalau diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak boleh mendengar dan
taat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan
apabila mendapatkan pemimpin yang berbuat dzolim maka harus menasihatinya,
apabila tidak memiliki kemempuan untuk menasihati pemimpin yang zolim, maka
sebaiknya berdiam diri dan bersabar
sebagaimana yang dikatakan.
Abdullah
Ibnu Abbas berkata,"Pemimpin adalah ujian bagi kalian, apabila mereka
bersikap adil, maka dia mendapat pahala dan kamu harus bersyukur dan apabila
dia zhalim, maka dia mendapatkan siksa dan kamu harus bersabar."
Haqiqatul
Amr bil Ma'ruf Wa Nahi 'anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar
Fiqih
Nasihat, Fariq Qasim
Pemimpin (non) Muslim karya Dr. Muhsin Labib (Penerbit
Tinta, Jakarta, 2014).
Sumber.youtube.com
Barangsiapa
yang tidak memiliki kemampuan untuk menasihati pemimpin yang zalim, maka
sebaiknya berdiam diri dan bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari
Anas ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Dengarkanlah dan taatilah
olehmu, walaupun yang memimpin kamu adalah seorang budak dari Ethiopia yang
bentuk kepalanya seperti biji kurma.” [HR.
Bukhari].
"Barangsiapa
yang mendapatkan dari pemimpin sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaklah
bersabar, sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari pemimpin, maka meninggal
dalam keadaan jahiliyah"(HR Al-Bukhari)
Tafsir
Jalallain “(Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada
rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu)
yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya.”
Dari
Ibnu ‘Umar ra dari Nabi Saw, beliau Saw bersabda: “Seorang muslim wajib
mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal yang disukainya maupun hal
yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila
ia diperintah untuk mengerjakan maksiat, maka ia tidak wajib mendengar dan
taat.” [HR.
Bukhari dan Muslim].
Al-Hafidz
Ibnu Hajar bahkan memberikan keterangan lebih sangar,
إنَّ الإمام
“ينعزل بالكفر إجماعًا، فيَجِب على كلِّ مسلمٍ القيامُ في ذلك، فمَن قوي على ذلك فله
الثَّواب، ومَن داهن فعليه الإثم، ومن عَجز وجبَتْ عليه الهجرةُ من تلك الأرض
Sesungguhnya
pemimpin dilengserkan karena kekufuran yang meraka lakukan, dengan sepakat
ulama. wajib kaum muslimin untuk melengserkannya. Siapa yang mampu melakukan
itu, maka dia mendapat pahala. Dan siapa yang basa-basi dengan mereka, maka dia
mendapat dosa. Dan siapa yang tidak mampu, wajib baginya untuk hijrah dari
daerah itu. (Fathul Bari, 13/123)
Fatwa-fatwa
yang disampaikan para ulama di atas, berdasarkan hadis dari Ubadah bin
Shamit radhiyallahu ‘anhu,
بَايَعَنَا
عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا
وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا
كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Kami
berbaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu mendengar dan taat
kepada pemimpin, baik dalam suka maupun benci, sulitan maupun mudah, dan beliau
juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan dari ahlinya
kecuali jika kalian melihat kekufuran secara nyata dan memiliki bukti yang kuat
dari Allah.” (Muttafaq ‘alaih)
Hanya
saja, perlu diperhatikan, untuk masalah melengserkan pemimpin non muslim, para
ulama memberi catatan, bahwa upaya itu tidak boleh dilakukan jika memberikan
madharat yang besar bagi masyarakat.
Jika
upaya menggulingkan pemerintah bisa menimbulkan madharat yang besar,
menimbulkan kekacauan bahkan banyak korban, ini jelas tidak diperkenankan.
Namun,
setidaknya kalimat ini, menjadi peringatan, kita tidak boleh memilih pemimpin
yang non muslim.
Diantara
kaidah penting dalam ajaran Islam yang mulia ini adalah, menyerahkan urusan
yang berhubungan dengan kemaslahatan umum, seperti masalah politik dan
kemasyarakatan, kepada para ulama, yaitu orang-orang yang memiliki ilmu yang
mendalam tentang agama. Adapun orang-orang bodoh maka tidak boleh berbicara.
Jika mereka berani berbicara dan berkomentar maka akan muncul
kerusakan-kerusakan dalam masyarakat.
"Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas," –
(QS.20:43)
"maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya, dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut (pada Allah)'." – (QS.20:44)
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah
auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”
Haqiqatul
Amr bil Ma'ruf Wa Nahi 'anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar
Fiqih
Nasihat, Fariq Qasim
Pemimpin (non) Muslim karya Dr. Muhsin Labib (Penerbit
Tinta, Jakarta, 2014).
Sumber.youtube.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar