Pengikut

Minggu, 07 Mei 2017

problematika islam kontemporer



1. Hukum memilih pemimpin kafir
Pemimpin adalah sosok yang sangat penting dalam sebuah kelompok baik lingkup sempit maupun luas, eksistensi dan orientasi kelompok sangat ditentukan oleh pemimpinnya, apakah nanti akan dibawa ke arah kebaikan, kesejahteraan dankemakmuran ataukah diarahkan menuju kehancuran
A.  PENGERTIAN PEMIMPIN
 "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Allaa SWT berfirman  QS Al-Maidah: 51
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”
Di dalam memilih pemimpin banyak dari sebagian orang berbeda persepsi di ntara nya :
Menurut Dr. Muhsin labib pemimpin itu punya dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
1.    Pemimpin dalam arti Dimensi vartikel ialah pemimpin yang menghubungan kita kepada tuhan. Dalam dimensi ini bukan cuma harus Muslim, ndak cukup syarat itu saja tapi juga adalah orang yang paling baik, yang wara’, dia harus Muslim yang utuh.
2.    Pemimpin dalam arti Dimensi horozontal adalah pemimpin yang sifatnya administratif yang fungsinya itu adalah mengurusi urusan antar manusia  seperti untuk mengurusi macet, lalulintas, banjir, gubuk-gubuk liar di sekitar rel kereta api, nah pemimpin yang ini ndak harus Muslim. 
Menurut KH. Abdurrahman wahid “dalam urusan pemerintahan tidak apa-apa kita memilih pemimpin non muslim. kita bersama-sama memilih pemimpin yang pandai dalam urusan pemerintahan . Kita memilih non muslim bukan  berarti kita mengikuti agama mereka Karena dalam politik tidak ada urusannya dengan agama, kita anggap memilihnya sebagai pemimpin yang baik dalam pemerintahan.”
Menurut Dr. Zakir naik  “jika ada dua kandidat yang non muslim, pilihlah pemimpin yang paling baik di antara keduanya dan yang paling dekat dengan al Qur’an dan assunnah, begitu juga sebaliknya, jika ada du kandidat muslim pilihlah yang paling dekat dengan al Qur’an dan assunnah. Al Qur’an tidak melarang untuk memilih pemimpin non muslim, tapi jika ada pilihan dalam pemilu antara yang muslim dengan non muslim, tanpa keraguan seratus persen pilih yang muslim karena allah berfirman”
Di negara dengan sistem demokrasi yang dimana pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Oleh karena itu di negara ini dengan mayoritas islam terbanyak, seharusnya kita memilih pemimpin yang paling baik, dan yang mendekati Al- qur’an dan as sunnah. Tapi yang lebih baik lagi tentu saja adalah pemimpin yang Muslim dan juga Islami, itu yang layak kita pilih walaupun memang sangat jarang keberadaannya tapi saya yakin itu ada.

2. Hukum memberontak kepada penguasa
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah taat kepada pemimpin. Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa, ketaatan merupakan sendi asas tegaknya suatu kepemimpinan dan pemerintahan. Tanpa ketaatan dan kepercayaan kepada pemimpin, kepemimpinan dan pemerintahan tidak mungkin tegak dan berjalan sebagaimana mestinya. Jika rakyat tidak lagi mentaati pemimpinnya maka, roda pemerintahan akan lumpuh dan akan muncul fitnah di mana-mana. Atas dasar itu, ketaatan kepada pemimpin merupakan keniscayaan bagi tegak dan utuhnya suatu negara. Bahkan, dasar dari ketertiban dan keteraturan adalah ketaatan.
Allah berfirman di dalam al Qur’an QS An-Nisa': 59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Tafsiral misbah qurai syshihab
“Wahai orang-orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa Muhammad, taatilah Allah, rasul-rasul- Nya dan penguasa umat Islam yang mengurus urusan kalian dengan menegakkan kebenaran, keadilan dan melaksanakan syariat.”
Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :


“Barangsiapa yang mentaati aku maka dia telah mentaati Allah, barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa yang mentaati amir/pemimpin maka ia telah mentaatiku, barangsiapa yang bermaksiat kepada amir/pemimpin maka ia telah bermaksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari beberapa dalil di atas jelaslah bahwa kewajiban untuk mentaati pemimpin(amir) itu suatu hal yang di anjurkan Nabi sallallahu’alaihiwasallam. Akan tetapi apabila seorang pemimpin menyuruh kepada rakyatnya untuk  berbuat dzolim maka tidak ada kewajiban untuk mentaatinya sebagaimana sabda Nabi sallallahualaihiwasallam.
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu berkata, berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
“Wajib bagi seorang Muslim untuk taat dalam hal-hal yang dia sukai ataupun yang ia benci kecuali kalau diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan apabila mendapatkan pemimpin yang berbuat dzolim maka harus menasihatinya, apabila tidak memiliki kemempuan untuk menasihati pemimpin yang zolim, maka sebaiknya berdiam diri dan  bersabar sebagaimana yang dikatakan.
Abdullah Ibnu Abbas berkata,"Pemimpin adalah ujian bagi kalian, apabila mereka bersikap adil, maka dia mendapat pahala dan kamu harus bersyukur dan apabila dia zhalim, maka dia mendapatkan siksa dan kamu harus bersabar."
Haqiqatul Amr bil Ma'ruf Wa Nahi 'anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar
Fiqih Nasihat, Fariq Qasim
Pemimpin (non) Muslim karya Dr. Muhsin Labib (Penerbit Tinta, Jakarta, 2014).
Sumber.youtube.com



Barangsiapa yang tidak memiliki kemampuan untuk menasihati pemimpin yang zalim, maka sebaiknya berdiam diri dan bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Anas ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Dengarkanlah dan taatilah olehmu, walaupun yang memimpin kamu adalah seorang budak dari Ethiopia yang bentuk kepalanya seperti biji kurma.” [HR. Bukhari].


"Barangsiapa yang mendapatkan dari pemimpin sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaklah bersabar, sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari pemimpin, maka meninggal dalam keadaan jahiliyah"(HR Al-Bukhari)

Tafsir Jalallain “(Hai orang-orang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan) artinya para penguasa (di antaramu) yakni jika mereka menyuruhmu agar menaati Allah dan Rasul-Nya.”
Dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi Saw, beliau Saw bersabda: “Seorang muslim wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat, maka ia tidak wajib mendengar dan taat.” [HR. Bukhari dan Muslim].


Al-Hafidz Ibnu Hajar bahkan memberikan keterangan lebih sangar,
إنَّ الإمام “ينعزل بالكفر إجماعًا، فيَجِب على كلِّ مسلمٍ القيامُ في ذلك، فمَن قوي على ذلك فله الثَّواب، ومَن داهن فعليه الإثم، ومن عَجز وجبَتْ عليه الهجرةُ من تلك الأرض
Sesungguhnya pemimpin dilengserkan karena kekufuran yang meraka lakukan, dengan sepakat ulama. wajib kaum muslimin untuk melengserkannya. Siapa yang mampu melakukan itu, maka dia mendapat pahala. Dan siapa yang basa-basi dengan mereka, maka dia mendapat dosa. Dan siapa yang tidak mampu, wajib baginya untuk hijrah dari daerah itu. (Fathul Bari, 13/123)
Fatwa-fatwa yang disampaikan para ulama di atas, berdasarkan hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu,
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Kami berbaiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu mendengar dan taat kepada pemimpin, baik dalam suka maupun benci, sulitan maupun mudah, dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian melihat kekufuran secara nyata dan memiliki bukti yang kuat dari Allah.” (Muttafaq ‘alaih)
Hanya saja, perlu diperhatikan, untuk masalah melengserkan pemimpin non muslim, para ulama memberi catatan, bahwa upaya itu tidak boleh dilakukan jika memberikan madharat yang besar bagi masyarakat.
Jika upaya menggulingkan pemerintah bisa menimbulkan madharat yang besar, menimbulkan kekacauan bahkan banyak korban, ini jelas tidak diperkenankan.
Namun, setidaknya kalimat ini, menjadi peringatan, kita tidak boleh memilih pemimpin yang non muslim.
Diantara kaidah penting dalam ajaran Islam yang mulia ini adalah, menyerahkan urusan yang berhubungan dengan kemaslahatan umum, seperti masalah politik dan kemasyarakatan, kepada para ulama, yaitu orang-orang yang memiliki ilmu yang mendalam tentang agama. Adapun orang-orang bodoh maka tidak boleh berbicara. Jika mereka berani berbicara dan berkomentar maka akan muncul kerusakan-kerusakan dalam masyarakat.

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas," – (QS.20:43)
"maka berbicaralah kamu berdua kepadanya, dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (pada Allah)'." – (QS.20:44)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”




Haqiqatul Amr bil Ma'ruf Wa Nahi 'anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar
Fiqih Nasihat, Fariq Qasim
Pemimpin (non) Muslim karya Dr. Muhsin Labib (Penerbit Tinta, Jakarta, 2014).
Sumber.youtube.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar